Menurut laporan Katz & Margo, pekerjaan dengan skill rendah dan menengah terus menurun, bahkan pekerjaan dengan skill tinggi sudah menurun peningkatannya. Ini disebabkan lantaran robotisasi dan otomatisasi.
Akibatnya? Industri padat karya semakin berkurang lantaran industri semakin efisien, semakin menghasilkan banyak barang, namun dengan jumlah tenaga kerja insan yang semakin sedikit.
Contoh paling kasatmata yakni fenomena ojek online dan buruh industri. Teller bank semakin dikurangi lantaran sudah banyak orang bertransaksi lewat ATM atau online. Bahkan kini sudah ada supermarket tanpa kasir. Di Indonesia mungkin alhasil masih kecil lantaran upah buruh Indonesia terbilang murah. Tetapi secara musim memang semakin berkurang seiring semakin canggih dan efisiennya teknologi.
Bagaimana kita menyikapinya? Apakah kita perlu berdemo semoga pemerintah membatasi teknologi masuk ke negeri kita? Sepertinya itu yakni hal yang tidak bijak yang menghambat kemajuan negeri.
Bukankah sebaiknya kita yang menaklukan teknologi sebelum teknologi yang menaklukan kita?
Saat ini, kemampuan dasar akan profesi kita tidak cukup, kita perlu mempunyai kemampuan berpikir kritis dan inovatif. Bahasa pemrograman juga perlu dipelajari atau setidaknya dipahami semoga tidak kalah saing. Kita perlu bisa melaksanakan hal yang belum atau bahkan tidak bisa dilakukan robot atau kecerdasan buatan sekalipun. Upayakan semoga ketika kita lulus kuliah nanti, kita menjadi konsultan di bidang kita, tidak hanya melaksanakan hal-hal statis yang berkaitan dengan profesi kita.
Misalnya akuntan, upayakan semoga kita sanggup bekerja sama dengan pakar pemrograman untuk membangun sebuah sistem akuntansi komputer dan memdiberi solusi kepada pengusaha yang ingin mengurangi staf akuntan mereka. Untuk yang kuliah di bidang pertanian, jangan berpikir jika sehabis akhir kuliah hanya menjadi petani. Tetapi pikirkan juga solusi yang sanggup membantu petani. Bisa melalui pengembangan teknologi atau bekerja sama membangun perusahaan pertanian yang mengutamakan ekspor.
Menurut laporan dari Oxford, ada beberapa profesi yang peluang digantikan mesin atau komputer di atas 80% menyerupai koki restoran cepat saji, pengemudi taksi, ajun rumah tangga, kasir, dan teller. Sedangkan yang masih dibawah 1% setidaknya 20 tahun ke depan yakni perawat dan profesi di bidang kesehatan lainnya. Ada juga yang peluang digantikan mesin atau komputer masih kecil menyerupai bidang manajemen, keuangan, komputer, ilmuwan, dan pendidikan. Menariknya, profesi spa terapis mempunyai peluang digantikan paling kecil yakni hanya 0,28%
Dan ingat, perkembangan teknologi tidak hanya mematikan profesi, tetapi menumbuhkan profesi gres yang tak terduga sebelumnya. Siapa yang menyangka dalam 100 tahun akan ada profesi gamer, blogger, analis sosial media, dan programmer? Tidak ada yang sanggup memperkirakan profesi gres apa lagi yang akan muncul 100 tahun dari sekarang.
Selain itu, ada beberapa profesi yang tetap diperlukan walaupun di periode otomatisasi. Seperti seniman gesekan atau pelukis yang hasil karyanya tidak sanggup digantikan oleh robot bahkan dengan kecerdasan buatan. Koki restoran glamor juga mempunyai peluang kecil untuk digantikan. Industri kreatif menyerupai ini sangat menarik dikembangkan lantaran membantu masyarakat mendapat penghasilan dari orang kaya yang menginginkan produk craftmanship. Orang berpenghasilan tinggi cenderung tidak suka produk buatan pabrik yang serupa dan ludang keringh menentukan produk hasil kerajinan tangan manusia, walaupun harganya jauh ludang keringh mahal. Jadi, otomatisasi tidak menyingkirkan profesi ini begitu saja.
Jadi, selalu bersiaplah pada perubahan. Perubahan itu selalu baik. Kalaupun ada akhir buruk, itu justru menjadi peluang kita untuk diberinovasi untuk mencari solusi.